Ketua The Federal Reserve (FED) Jerome Powell menghadapi tekanan politik yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pertarungan kekuasaan yang dimulai tujuh tahun yang lalu kini telah berkembang menjadi badai politik yang terbuka, yang tidak hanya mengancam independensi The Federal Reserve (FED), tetapi juga mengguncang saraf pasar keuangan global.
Tujuh Tahun Dendam: Dari Penunjukan hingga "Perebutan Kekuasaan"
Pada bulan Februari 2018, Powell dilantik sebagai ketua The Federal Reserve (FED). Saat itu, banyak harapan yang diletakkan padanya untuk menerapkan kebijakan moneter yang longgar guna merangsang pertumbuhan ekonomi. Namun, hanya beberapa bulan kemudian, hubungan keduanya berbalik drastis.
Pada bulan Oktober 2018, suara yang mengkritik Powell secara terbuka muncul untuk pertama kalinya, menuduh bahwa kenaikan suku bunga The Federal Reserve (FED) terlalu cepat adalah "ancaman terbesar". Sejak saat itu, perang kata-kata antara kedua belah pihak tidak pernah berhenti.
Dengan datangnya tahun pemilihan 2024, situasinya semakin tegang. Suara kritik terus meningkat, berulang kali secara publik menuntut Powell untuk mengundurkan diri. Namun, menurut hukum AS, presiden tidak memiliki wewenang untuk memberhentikan ketua The Federal Reserve (FED) karena perbedaan kebijakan, kecuali ada bukti pelanggaran hukum yang jelas atau kelalaian yang serius.
Gelombang Renovasi: Arena Perang Politik Baru
Pada bulan Juli tahun ini, sebuah terobosan yang tidak terduga muncul. Proyek renovasi gedung markas The Federal Reserve (FED) tiba-tiba menjadi sorotan, dituduh memiliki dugaan pelanggaran besar. Sementara itu, ada rumor bahwa Powell sedang "mempertimbangkan untuk mengundurkan diri", membuat situasi semakin memanas.
Menghadapi badai politik ini, Powell memilih untuk menghadapi secara langsung. Dia meminta Inspektur Jenderal untuk melanjutkan pemeriksaan proyek renovasi dan menjelaskan secara rinci melalui saluran resmi alasan kenaikan biaya, membantah tuduhan "perbaikan mewah".
Dilema Kebijakan Moneter
Saat ini, Powell menghadapi dilema dalam kebijakan moneter. Di satu sisi, kebijakan tarif yang mungkin dapat menyebabkan tekanan kenaikan harga; di sisi lain, pasar tenaga kerja telah menunjukkan tanda-tanda pendinginan. Ancaman ganda ini memberikan tantangan besar bagi The Federal Reserve (FED) dalam perumusan kebijakan.
Jika The Federal Reserve (FED) memangkas suku bunga terlalu cepat, itu dapat menyebabkan ekspektasi inflasi menjadi tidak terkendali; jika memilih untuk menaikkan suku bunga untuk menstabilkan inflasi, itu dapat memicu gejolak pasar obligasi, bahkan memicu "kekacauan keuangan".
Potensi Dampak Pasar dari Pengunduran Diri
Jika Powell mengundurkan diri di bawah tekanan, pasar keuangan global mungkin menghadapi gejolak yang parah. Beberapa analisis menyatakan bahwa indeks dolar mungkin anjlok 3%-4% dalam 24 jam, dan pasar obligasi mungkin mengalami penjualan 30-40 basis poin. Dolar dan obligasi mungkin menghadapi premi risiko yang berkelanjutan, dan para investor mungkin juga khawatir bahwa perjanjian swap mata uang antara The Federal Reserve (FED) dan bank sentral lainnya akan dipolitisasi.
Beberapa ahli berpendapat bahwa "kemungkinan" Powell mengundurkan diri lebih awal adalah "rendah", tetapi jika itu terjadi, akan menyebabkan kurva imbal hasil obligasi AS menjadi lebih curam, karena investor akan memperkirakan penurunan suku bunga, percepatan inflasi, dan berkurangnya independensi The Federal Reserve (FED). Ini dapat membentuk "kombinasi mematikan" untuk devaluasi dolar.
Untuk pasar aset berisiko, jika The Federal Reserve (FED) mengurangi suku bunga lebih awal dalam kondisi ekonomi yang stabil dan tingkat pengangguran yang rendah, hal itu mungkin dapat meningkatkan sentimen pasar dalam jangka pendek, termasuk pasar cryptocurrency. Namun, mengingat tingkat suku bunga saat ini masih cukup tinggi, masih ada banyak ruang kebijakan moneter yang perlu dilepaskan di masa depan.
Apa pun hasilnya, gejolak ini telah menyoroti permainan kompleks antara kebijakan moneter, kekuasaan politik, dan independensi pasar. Pasar global sedang menahan napas, mengawasi arah akhir dari badai ini.
Halaman ini mungkin berisi konten pihak ketiga, yang disediakan untuk tujuan informasi saja (bukan pernyataan/jaminan) dan tidak boleh dianggap sebagai dukungan terhadap pandangannya oleh Gate, atau sebagai nasihat keuangan atau profesional. Lihat Penafian untuk detailnya.
18 Suka
Hadiah
18
7
Bagikan
Komentar
0/400
probably_nothing_anon
· 07-22 12:45
Siapa yang masih ingat saudara Bao di saat bull run?
Lihat AsliBalas0
RugPullSurvivor
· 07-22 09:32
Sudah diperkirakan, Powell hanyalah bidak.
Lihat AsliBalas0
BanklessAtHeart
· 07-19 13:51
Tertawa sampai mati, politik ya begitulah adanya.
Lihat AsliBalas0
SnapshotBot
· 07-19 13:49
Tidak ada yang peduli apakah itu legal atau ilegal.
Lihat AsliBalas0
SandwichTrader
· 07-19 13:49
Bukankah itu hanya tentang kehancuran citra? Pukulan wajah saja.
Lihat AsliBalas0
UncommonNPC
· 07-19 13:40
Bulan depan akan diganti orangnya, kan?
Lihat AsliBalas0
AlphaLeaker
· 07-19 13:36
Sudah selesai, sudah selesai, semua ini adalah efek program pemilihan~
Kekacauan politik Powell meningkat: independensi The Federal Reserve (FED) dan pasar keuangan global diuji.
Ketua Federal Reserve Menghadapi Badai Politik
Ketua The Federal Reserve (FED) Jerome Powell menghadapi tekanan politik yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pertarungan kekuasaan yang dimulai tujuh tahun yang lalu kini telah berkembang menjadi badai politik yang terbuka, yang tidak hanya mengancam independensi The Federal Reserve (FED), tetapi juga mengguncang saraf pasar keuangan global.
Tujuh Tahun Dendam: Dari Penunjukan hingga "Perebutan Kekuasaan"
Pada bulan Februari 2018, Powell dilantik sebagai ketua The Federal Reserve (FED). Saat itu, banyak harapan yang diletakkan padanya untuk menerapkan kebijakan moneter yang longgar guna merangsang pertumbuhan ekonomi. Namun, hanya beberapa bulan kemudian, hubungan keduanya berbalik drastis.
Pada bulan Oktober 2018, suara yang mengkritik Powell secara terbuka muncul untuk pertama kalinya, menuduh bahwa kenaikan suku bunga The Federal Reserve (FED) terlalu cepat adalah "ancaman terbesar". Sejak saat itu, perang kata-kata antara kedua belah pihak tidak pernah berhenti.
Dengan datangnya tahun pemilihan 2024, situasinya semakin tegang. Suara kritik terus meningkat, berulang kali secara publik menuntut Powell untuk mengundurkan diri. Namun, menurut hukum AS, presiden tidak memiliki wewenang untuk memberhentikan ketua The Federal Reserve (FED) karena perbedaan kebijakan, kecuali ada bukti pelanggaran hukum yang jelas atau kelalaian yang serius.
Gelombang Renovasi: Arena Perang Politik Baru
Pada bulan Juli tahun ini, sebuah terobosan yang tidak terduga muncul. Proyek renovasi gedung markas The Federal Reserve (FED) tiba-tiba menjadi sorotan, dituduh memiliki dugaan pelanggaran besar. Sementara itu, ada rumor bahwa Powell sedang "mempertimbangkan untuk mengundurkan diri", membuat situasi semakin memanas.
Menghadapi badai politik ini, Powell memilih untuk menghadapi secara langsung. Dia meminta Inspektur Jenderal untuk melanjutkan pemeriksaan proyek renovasi dan menjelaskan secara rinci melalui saluran resmi alasan kenaikan biaya, membantah tuduhan "perbaikan mewah".
Dilema Kebijakan Moneter
Saat ini, Powell menghadapi dilema dalam kebijakan moneter. Di satu sisi, kebijakan tarif yang mungkin dapat menyebabkan tekanan kenaikan harga; di sisi lain, pasar tenaga kerja telah menunjukkan tanda-tanda pendinginan. Ancaman ganda ini memberikan tantangan besar bagi The Federal Reserve (FED) dalam perumusan kebijakan.
Jika The Federal Reserve (FED) memangkas suku bunga terlalu cepat, itu dapat menyebabkan ekspektasi inflasi menjadi tidak terkendali; jika memilih untuk menaikkan suku bunga untuk menstabilkan inflasi, itu dapat memicu gejolak pasar obligasi, bahkan memicu "kekacauan keuangan".
Potensi Dampak Pasar dari Pengunduran Diri
Jika Powell mengundurkan diri di bawah tekanan, pasar keuangan global mungkin menghadapi gejolak yang parah. Beberapa analisis menyatakan bahwa indeks dolar mungkin anjlok 3%-4% dalam 24 jam, dan pasar obligasi mungkin mengalami penjualan 30-40 basis poin. Dolar dan obligasi mungkin menghadapi premi risiko yang berkelanjutan, dan para investor mungkin juga khawatir bahwa perjanjian swap mata uang antara The Federal Reserve (FED) dan bank sentral lainnya akan dipolitisasi.
Beberapa ahli berpendapat bahwa "kemungkinan" Powell mengundurkan diri lebih awal adalah "rendah", tetapi jika itu terjadi, akan menyebabkan kurva imbal hasil obligasi AS menjadi lebih curam, karena investor akan memperkirakan penurunan suku bunga, percepatan inflasi, dan berkurangnya independensi The Federal Reserve (FED). Ini dapat membentuk "kombinasi mematikan" untuk devaluasi dolar.
Untuk pasar aset berisiko, jika The Federal Reserve (FED) mengurangi suku bunga lebih awal dalam kondisi ekonomi yang stabil dan tingkat pengangguran yang rendah, hal itu mungkin dapat meningkatkan sentimen pasar dalam jangka pendek, termasuk pasar cryptocurrency. Namun, mengingat tingkat suku bunga saat ini masih cukup tinggi, masih ada banyak ruang kebijakan moneter yang perlu dilepaskan di masa depan.
Apa pun hasilnya, gejolak ini telah menyoroti permainan kompleks antara kebijakan moneter, kekuasaan politik, dan independensi pasar. Pasar global sedang menahan napas, mengawasi arah akhir dari badai ini.