The Federal Reserve (FED) memulai siklus pemotongan suku bunga baru setelah empat tahun

Pada 19 September, The Federal Reserve (FED) mengumumkan penurunan target kisaran suku bunga dana federal sebesar 50 basis poin menjadi 4,75%-5,0%, menandakan dimulainya siklus penurunan suku bunga yang baru. Penurunan suku bunga ini sesuai dengan ekspektasi pasar, tetapi melebihi banyak prediksi dari bank investasi Wall Street. Secara historis, penurunan suku bunga pertama sebesar 50 basis poin biasanya terjadi pada masa tantangan besar bagi ekonomi atau pasar, seperti gelembung teknologi tahun 2001, krisis keuangan tahun 2007, dan pandemi COVID-19 tahun 2020.

The Federal Reserve (FED) juga merilis ekspektasi jalur suku bunga yang relatif konservatif. Grafik titik menunjukkan bahwa diperkirakan akan ada dua penurunan suku bunga lagi tahun ini dengan total 50 basis poin, penurunan suku bunga empat kali total 100 basis poin pada tahun 2025, dan penurunan suku bunga dua kali total 50 basis poin pada tahun 2026. Total penurunan suku bunga diperkirakan mencapai 250 basis poin, dengan titik akhir suku bunga ditetapkan di kisaran 2.75%-3%. Pola penurunan suku bunga ini relatif lambat, lebih lambat dari ekspektasi pasar yang memperkirakan mencapai level 2.75%-3% pada September 2025.

Dalam hal proyeksi ekonomi, The Federal Reserve (FED) menurunkan proyeksi pertumbuhan GDP tahun ini dari 2,1% menjadi 2,0%, menaikkan proyeksi tingkat pengangguran dari 4,0% menjadi 4,4%, dan menurunkan proyeksi inflasi PCE dari 2,6% menjadi 2,3%. Penyesuaian ini mencerminkan meningkatnya kepercayaan The Federal Reserve (FED) dalam mengendalikan inflasi, sambil lebih memperhatikan kondisi ketenagakerjaan.

Meninjau kembali siklus penurunan suku bunga selama 30 tahun terakhir, dapat dibedakan menjadi dua kategori: penurunan suku bunga preventif dan penurunan suku bunga resesi. Penurunan suku bunga preventif biasanya terjadi ketika pertumbuhan ekonomi melambat tetapi belum memasuki resesi, seperti pada tahun 1995, 1998, dan 2019; sedangkan penurunan suku bunga resesi terjadi ketika ekonomi telah memasuki atau akan segera memasuki resesi, seperti pada tahun 1989, 2001, 2007, dan 2020.

Berbagai jenis siklus penurunan suku bunga memiliki dampak yang berbeda pada harga aset. Dalam penurunan suku bunga yang bersifat preventif, pasar saham dan aset berisiko seringkali menunjukkan kinerja yang lebih baik; sedangkan dalam penurunan suku bunga yang disebabkan oleh resesi, aset yang aman seperti obligasi pemerintah dan emas mungkin lebih diminati. Berdasarkan situasi saat ini, data ekonomi Amerika Serikat belum mendukung anggapan resesi, lebih mirip dengan lingkungan penurunan suku bunga preventif.

Untuk kinerja berbagai jenis aset selama siklus penurunan suku bunga:

1. Obligasi AS biasanya menunjukkan tren kenaikan sebelum dan sesudah pemotongan suku bunga, dengan kenaikan yang lebih signifikan sebelum pemotongan suku bunga. Fluktuasi mungkin meningkat sekitar satu bulan setelah pemotongan suku bunga.

2. Probabilitas dan besaran kenaikan harga emas sebelum penurunan suku bunga cukup besar, tetapi pergerakannya tidak berkaitan jelas dengan apakah ekonomi mengalami "soft landing". Setelah munculnya ETF emas pada tahun 2004, keterkaitannya dengan siklus penurunan suku bunga meningkat.

3. Indeks Nasdaq tampil lebih baik dalam penurunan suku bunga preventif dalam jangka panjang, sedangkan pada penurunan suku bunga resesi mungkin mengalami penurunan. Dalam siklus penurunan suku bunga 2019, indeks Nasdaq mengalami koreksi setelah dua penurunan suku bunga pertama, dan mulai naik menjelang dan setelah penurunan suku bunga ketiga.

4. Bitcoin mengalami penyesuaian penurunan yang cukup lama selama siklus pemotongan suku bunga pada tahun 2019. Sebaliknya, sebelum pemotongan suku bunga kali ini, Bitcoin telah mengalami penyesuaian dengan amplitudo tertentu, dan ke depan mungkin menghadapi periode fluktuasi yang lebih singkat atau penyesuaian kecil.

Secara keseluruhan, setelah penurunan suku bunga ini, ekspektasi pasar akan secara bertahap beralih ke pemulihan ekonomi dan kenaikan harga aset. Namun, kinerja berbagai kelas aset mungkin berbeda, sehingga investor perlu memperhatikan data ekonomi dan arah kebijakan dengan cermat serta menyesuaikan strategi investasi secara fleksibel.